“memang mantapz, malam penuh diorama.
Aku suka”, kira – kira begitulah Aku menuliskannya dalam diary sebelum tidur
pertamaku di tahun baru. 1 januari 2010 jam 05.50.
Hujan rintik malam ini mengulang
kembali memori yang masih samar aku mengingatnya. Tidak deras memang, tapi
cukup membuatku basah dalam perjalanan sekitar lima kilometer dari tempat kos
ke masjid al Ikhlas, Perumahan Bumi Marina Emas Keputih. Dua tahun silam.
Aku niatkan waktu itu untuk memenuhi undangan. Undangan yang bagi kami anak muda kampus menyebutnya “taklimat”, maknanya (masih versi kami) adalah semacam paksaan yang biasanya ada kesan mendadak tapi harus patuh, menyingkirkan agenda –agenda terencana karena dirasa lebih penting. “taklimat” waktu itu berbunyi, “semua pasukan se surabaya bergerak menuju titik ordinat yang telah ditentukan, jam sekian dengan acara bla bla bla…” begitulah kira – kira setiap taklimat yang dibacakan, dikepalaku semacam ada gerakan untuk membayangkan situasi peperangan. Hadeh.….
Aku niatkan waktu itu untuk memenuhi undangan. Undangan yang bagi kami anak muda kampus menyebutnya “taklimat”, maknanya (masih versi kami) adalah semacam paksaan yang biasanya ada kesan mendadak tapi harus patuh, menyingkirkan agenda –agenda terencana karena dirasa lebih penting. “taklimat” waktu itu berbunyi, “semua pasukan se surabaya bergerak menuju titik ordinat yang telah ditentukan, jam sekian dengan acara bla bla bla…” begitulah kira – kira setiap taklimat yang dibacakan, dikepalaku semacam ada gerakan untuk membayangkan situasi peperangan. Hadeh.….
Malam itu bertepatan dengan malam
15 Muharram 1431 Hijriyah. Artinya bergantinya tahun pada kalender Qomariyah, 15
hari mendahului kalender Syamsiyah. Tidak sering kita menjumpainya. Momen
itulah kemudian memompaku untuk menerobos rintik hujan, berikhtiar untuk
mendapatkan malam terindah dalam muhasabah diri. “Ya Allah, hamba-Mu ini sangatlah
dhoif, maka terimalah taubat hamba dan berilah keleluasaan hamba dalam menapaki
jalan-Mu lebih baik lagi”, “biidznillah…” pekik hati yang kemudian menyampaikanku
pada titik ordinat yang dituju.
Sempat muter-muter sebelumnya
karena baru kali pertama aku ke masjid Al Ikhlas, dan tak heran aku pun
termasuk orang-orang yang terlambat... “sudah parkirnya dapat yang jauh,
masjidnya pun sudah penuh, tinggal sisa serambinya itupun masuk area percikan
hujan” “huh”, gerutuku lupa pada niat awal kusematkan. Konsentrasi hilang. Boro-boro
ngeluarin catatan, duduknya saja senggol-senggolan. Belum lagi harus berbagi
kalau ada yang baru datang. Al hasil materi taklim pertama tak terendapkan. Semua
hilang, seiring hilangnya rintik hujan… Pukul sekian, ada jeda kurang lebih
lima belas menitan. Memasang muka badak, aku coba nerobos ke shaf depan.
Alhamdulillah dapat, sambil SKSD dengan orang sebelahan, biar gak sungkan duduk
dempetan.
Mulailah sesi kedua, dan kutata
lebih matang dengan menyiapkan catatan. Bla bla bla beliau berkata, kadang
mengundang gelak tawa, tidak begitu kenal rupanya aku dengan ustadznya. Tapi sungguh
penyampaiannya luwes, dan terkesan sopan. Aku kagum. Kemudian ku simpulkan di
akhir taujihnya, sebagaimana beliau mengutip dari Sayyid Abdul Hasan ‘Ali
An-Nadwi. Lalu An-Nadwi berkata, “Ia
(kalender islam) dimulai dengan Hijrah, atau pengorbanan demi kebenaran dan
keberlangsungan Risalah. Ia adalah ilham ilahiyah. Allah ingin mengajarkan
manusia bahwa peperangan antara kebenaran dan kebatilan akan berlangsung terus.
Kalender islam mengingatkan kaum muslimin setiap tahun bukan kepada kejayaan
dan kebesaran islam namun kepada pengorbanan (Nabi dan sahabatnya) dan
mengingatkan mereka agar melakukan hal yang sama.”
“Cool man”, catatan kaki yang
sengaja aku tuliskan dalam kutipan tersebut, berbarengan dengan bunyi sirine
dan letupan kembang api di langit Surabaya. tandanya tahun sudah berganti. Perjalanan
ruhyah kami kemudian dilanjutkan dengan Qiyyamul lail. Bermakmum kami dari seorang
ustadz yang aku sudah mengenalnya. Ustadz muhalimin. Setiap ayat yang
dilantunkannya terdengar seperti murrotal dalam dering hapeku. Sangat santun
dan dalem. Orang yang tidak tahu maknanya sekalipun, akan merinding kala
mendengarnya. Subhanallah. Maha suci Allah yang memuncakkan jiwa pesakitanku
pada luruh doa-doa qunut yang kami semua mengamininya dengan air mata. Maha besar
Allah sehingga kami terasa kerdil….
Begitulah lebih kurangnya aku
membuka kembali diaryku dua tahun yang lalu. malam tahun baru kali ini kulewatkan di kosan. Tak bisa pulang
aku ke kampungku, tak bisa pula aku keluar kejalanan (meski tidak ada niatan)
karena memang masih ada rintik hujan. SELAMAT TAHUN BARU KAWAN!!!!!
Surabaya, 1 Januari 2012
2 komentar:
dengan membuka diary lama, mengingat dan mengenang lagi ke masa lalu, membangkitkan kerinduan di tahun itu. Sungguh bagi sebagian kita, masa lalu bukanlah masa yg harus dilupakan karena dari masa lalu kita bisa mengintrospeksi, mengevaluasi agar di masa depan (tahun 2012 masehi, 1423 hijriyah ini)semakin baik.
1433 H yaaaaaaa. semangat bisa!!! dan tidak lupa kan kawan, masa lalu akan lebih mudah mengajarkan, kalo itu tergoreskan...., tdk hanya sekedar pengalaman, tp bertuliskan...... Semangat Nge-BLOG dar dar daar daaar duuaaaar
Posting Komentar